Kamis, 15 Januari 2009

PERDA No.6 Tahun 2008


PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO
NOMOR : 06 TAHUN 2008



TENTANG

PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI POSO,


Menimbang :
a. bahwa tindakan kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak dapat menimbulkan korban yang berdampak pada traumatic yang berkepanjangan;

b. bahwa demi melindungi kepentingan perempuan dan anak, maka dipandang perlu ada kepastian hokum yang menjamin perlindungan terhadap perempuan dan anak;

c. bahwa berdasarkan kepentingan sebagaimana dimaksutd pada huruf a dan b, maka pelu dibentuk Peraturan Daerah tenteng Penyelenggaraan Perlindungan, Pelayanan dan Pemulihan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat 11 di Sulawesi ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822 );


2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143 );

3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapuisan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambhan Negara Republik Indonesia Nomor 3277 );

4. Undang-undang Nomor 23 Thun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3495);

5. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convetion No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Pengesahan Konvensi ILO No. 138 Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan bekerja ) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835);

6. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

7. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 Concerning The Prohibition and Immediate Action for Elimination of The Worst Forms of Child Labour ( Pengesahan Konvensi ILO No. 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak) ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941);

8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tenteng Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

10. Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4419);

11. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493), yang ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

12. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

13. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban 9Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4604);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/kota (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 nomor 82,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

16. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2000 tentang Kewenangan Kabupaten Poso (Lembaran Daerah Kabupaten Poso Nomor 9 Seri D Nomor 1);

17. Peraturan Daerah Kabupaten Poso Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Poso (Lembaran Daerah Kabupaten Poso Tahun 2003 Seri D Nomor 25).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN POSO
Dan
BUPATI POSO

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBA KEKERASAN.

BAB 1
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksut dengan :

1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Poso.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten Poso.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai Unsur Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Poso.
4. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang ada dalam kandungan.
5. Korban adalah Perempuan dan anak yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam situasi konflik,paska konflik, lingkup rumah tangga dan atau public.
6. Penyelenggaraan adalah segala tindakan yang meliputi perlindungan, pelayanan dan pemulihan terhadap korban kekerasan.
7. Perlindungan adalah segala upaya yang ditunjukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pemerintah, pihak keluarga, Advokat,Lembaga Sosial, Kepolisian, kejaksaan, Pengadilan atau pihak lain nya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
8. Perlindungan khusus adalah Perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hokum, anak dalam kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan /atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol,psikotropika, dan zat adiktif lain nya (napza), anak korban penculikanpenjualan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan atau mental, anak korban konflik yang mengalami kekerasan fisik maupun trauma, anak penyandang cacat,dan anak korban perlakuan salah dan penelantaraan.
9. Pemulihan adalah segala upaya untuk penguatan korban kekerasan agar lebih berdaya baik secara fisik, psikis, maupun ekonomi.
10. Penyelenggara adalah Instansi Pemerintah serta Lembaga Sosial sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing , termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk pemulihan korban.
11. Kekerasan adalah setiap perbuatan dan/atau ancaman perbuatan yang berkaitan atau dapat mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan baik fisik,psikis,seksual,maupun penelantaran.
12. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, cedera, luka atau cacat tubuh pada seseorang, gugurnya kandungan, pingsan dan atau menyebapkan kematian.
13. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
14. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pelecehan seksual, pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan tidak wajar atau tidak disukai, pemaksaan hubungan sekasual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu.
15. Penelantaran Rumah Tangga adalah perbuatan menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga padahal menurut hokum yang berlaku bagi yang bersangkutan atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,atau pemeliharaan terhadap orang tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak didalam atau diluar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.
16. Pelayanan adalah melaksanakan tindakan yang dilakukan segera kepada korban ketika melihat, mendengar dan mengetahui telah terjadinya kekerasan terhadap korban.
17. Pendampingan adalah segala tindakan berupa konseling, terapi psikologis, advokasi, bimbingan rohani guna penguatan diri korban kekerasan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
18. Pusat pelayanan terpadu yang selanjutnya disingkat PPT adalah lembaga penyedia layanan terhadap korban kekerasan, yang berbasis Rumah Sakit, dikelolah secara bersama-sama dalam bentuk pelayanan medis termasuk medical – legal, psiko – social, pelayanan hokum, dan lembaga adapt.
19. Pusat Pelayanan Terapadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disingkat P2TP2A adalah Lembaga Pemulihan Korban kekerasan dari aspek kesehatan, pendidikan dan kemandirian ekonomi.
20. Rumah Aman adalah tempat tinggal sementara yang digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap korban sesuai dengan standar operasional yang ditentukan.



BAB II
AZAS DAN TUJUAN


Pasal 2


Azas pengaturan perlindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan ini adalah:

a. Penghormatan terhadap hak-hak korban;
b. Kesetaraan dan keadilan gender;
c. Non diskriminasi;
d. Kepentingan yang terbaik bagi korban ; dan
e. Penghormatan terhadap hak-hak perempuan dan anak.


Pasal 3

Penyelenggaraan perlindungan terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan bertujuan :

a. Mencegah segala bentuk kekerasan;
b. Melindungi korban kekerasan;
c. Memberikan pelayanan pemulihan kepada korban kekerasan; dan
d. Menyelenggarakan pemulihan secara menyeluruh kepada korban.



BAB III
PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN

Bagian Pertama
PERLINDUNGAN

Pasal 4

(1). Dalam rangka memberi penguatan terhadap korban kekerasan perlu diberikan perlindungan dan perlindungan khusus;

(2). Perlindungan diberikan kepada korban dalam bentuk pendampingan;

(3). Dalam rangka pendampingan dibentuk sebuah wadah yang disebut Pusay Pelayanan Terpadu (PPT) dan/ atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A );

(4). Dalam rangka memberikan rasa aman, korban dapat ditempatkan di rumah aman dan tempat rehabilitasi bagi anak korban kekerasan yang berada dibawah naungan Pusat Pelayanan Terpadu dan / atau P2TP2A.

Bagian Kedua
PELAYANAN

Pasal 5

(1). Pelayanan dilakukan untuk pemulihan bagi korban .

(2). Pelayanan bagi korban diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah Daerah serta Lembaga Sosial sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, termasuk menyediakan fasilitasi yang diperlukan untuk pemulihan korban.

(3). Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak disingkat P2TP2A;
b. Tenaga Ahli dan Profesional;
c. Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) dan/atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A);
d. Rumah Aman; dan
e. Sasaran dan prasarana lain yang diperlukan untuk pemulihan korban.

(4). PPT dan / atau adalah sebuah wadah pendapingan yang dikelolah secara terpadu yang terdiri dari tenaga kesehatan , tenaga pendidikan, lembaga sosial, aparat penegak hokum, psikolog, psikiater, relawan pendamping dan / atau pembimbing rohani dan melibatkan peran serta masyarakat;

(5). PPT dan / atau P2TP2A mencari dan menerima laporan, pengaduan dan / atau rujukan dari masyarakat;

(6). Pengaturan tentang PPT dan / atau P2TP2A akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.


Pasal 6

(1). Bentuk-bentuk pelayanan terhadap korban kekerasan yang dilaksanakan oleh PPT dan / atau P2TP2A meliputi :

a. Pelayanan medis dilakukan oleh Tenaga Medis dan Paramedis, berupa perawatan dan pemulihan luka-luka fisik dan atau akibat fisik lain nya;

b. Pelayanan Medical – Legal merupakan layanan medis untuk kepentingan pembuktian secara hokum;

c. Pelayanan psiko – social merupakan pelayanan yang diberikan oleh pendamping dalam rangka memulihkan kondisi traumatis korban termasuk pemulihan dengan pendekatan spiritual;

d. Pelayanan hokum disetiap tingkatan pemeriksaan ; dan

e. Pelayanan resosialisasi agar korban dapat kembali melaksanakan fungsi social nya dalam masyarakat.

(2). Mekanisme pelayanan sebagaimana dimaksut pada ayat (1) diselenggarakan menurut prosedur standar operasional , yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

(3). Dalam hal tertentu PPT dan / atau P2TP2A dapat bekerjasama dengan:
a. Kepolisian, untuk melaporkan dan memproses pelaku tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dan anak;
b. Advokat, untuk membantu korban dalam proses peradilan ;
c. Penegak hokum lainnya, untuk membantu korban pada setiap tingkatan pemeriksaan;
d. Komisi anti kekerasan terhadap perempuan ;
e. Komisi perlindungan Anak Indonesia (KPAI); dan
f. Pihak tertentu yang diinginkan demi kepentingan korban.


Pasal 7

(1). Penyelenggaraan pelayanan terhadap korban dilakukan dengan Cuma-Cuma, cepat aman, empati, dan non diskriminasi , mudah dijangkau, dan adanya jaminan kerahasiaan;
(2). Pengelola PPt dan / atau P2TP2A berkewajiban menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan prinsip-prinsip layanan sebagaimana dimaksut dalam ayat (1).


Bagian Ketiga
PEMULIHAN

Pasal 8

Pemulihan yang dimaksutkan meliputi :

a. Pemulihan kesehatan;
b. Pendidikan bagi anak korban kekerasan dapat berupa pendidikan formal, informal, dan non formal ; dan
c. Kemandirian ekonomi berupa pelatihan keterampilan, memberikan akses dan penguatan ekonomi agar korban dapat mandiri.


BAB IV
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB


Pasal 9


(1). Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan perlindungan, pelayanan dan pemulihan terhadap korban kekerasan, meliputi:

a. Menyediakan sarana dan prasarana layanan terpadu ;
b. Melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Perempuan, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan dan layanan terhadap korban;
c. Menyediakan anggaran sesuai program dan kebutuhan;
d. Menjamin terlaksananya kemudahan pelayanan kepada korban;
e. Mengupayakan efektifitas dan efisiensi bagi proses pemulihan korban; dan
f. Mengupayakan terciptanya kerjasama dan koordinasi dalam upaya pemulihan korban.

(2). Pemerintah Daerah berkoordinasi antar instansi dan lembaga social lainnya yang bertanggung jawab penuh dalam melaksanakan kewajiban nya sebagaimana dimaksut pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB V
HAK – HAK KORBAN

Pasal 10


Setiap korban berhak mendapatkan jaminan atas hak – hak nya sebagai Warga Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang meliputi :

(1). Perlindungan dan perlindungan khusus dalam bentuk pendampingan dan rasa aman.
(2). Pelayanan dalam bentuk pelayanan medis, psiko – social, medical – legal, pelayanan hokum dan pelayanan resosialisasi.
(3). Pemulihan dalam bentuk pendidikan, kesehatan dan pemulihan ekonomi.


BABVI
PEMBIAYAAN

Pasal 11


Segala biaya untuk penyelenggaraan perlindungan, pelayanan dan pemulihan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah terhadap korban kekerasan dibebankan kepada :

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ;
b. Sumber pendapatan lain yang sah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan ; dan
c. Sumber pendapatan lain yang tidak mengikat.


BAB VII
PENGAWASAN

Pasal 12


Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.


BAB VIII
KETENTUAN SANKSI

Pasal 13


(1). Pejabat yang ditunjuk untuk menyelenggarakan perlindungan, pelayanan dan pemulihan terpadu tidak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dikenakan tindakan dan atau sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

(2). Pengelola PPT dan / atau P2TP2A dalam melaksanakan tugas perlindungan, pelayanan dan pemulihan yang melanggar prinsip-prinsip perlindungan, pelayanan dan pemulihan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan mekanisme internal PPT dan / atau P2TP2A dan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Poso.


Disahkan di Poso
Pada tanggal

BUPATI POSO
PIET INKIRIWANG

1 komentar:

  1. Bisakah saya dapat sofcopy perda ini Bos, dan kalau bisa kirim ke alamat emailku ; soleman_75@yahoo.com

    Salam

    Soleman

    BalasHapus