Jumat, 16 Januari 2009

Lagu Buat Palestina

We will not go down
A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether theyâ... Read More€™re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze We will not go down in Gaza tonight

Kamis, 15 Januari 2009

Kemisikinan

NEGARA YANG MEMISKINKAN PEREMPUAN

Kenaikan harga BBM sebesar 28.7% yang diputuskan oleh Pemerintah mendorong lonjakan harga-harga dan tarif baru berbagai jasa pelayanan publik ditengah Masyarakat, kesulitan hidup yang dihadapi semakin bertambah sesak dengan beratnya beban untuk membiayai kehidupan sehari-hari bahkan untuk dapat sekedar makan sekalipun. Kenaikan biaya transportasi adalah salah satu sektor yang memberikan sumbangan paling besar bagi beratnya biaya hidup sehari-hari, bayangkan saja bila seorang petani sayur harus pergi menjual hasil kebunnya itu ke pasar dengan menumpang mobil angkutan yang menaikan tarifnya berkisar13% maka dengan sangat terpaksa dia harus menaikkan harga sayurnya untuk mengikuti kenaikan biaya transportasi tersebut, konsumen yang hampir semuanya adalah perempuan kemudian menjadi pihak yang paling merasakan dampaknya, dan hampir dapat dipastikan bahwa akan ada “penghematan” yang terpaksa dilakukan pada kualitas dan kuantitas makanan yang bisa disajikan akan menurun bahkan mungkin akan ada warga yang terpaksa harus melakukan subtitusi makanan yang tidak layak seperti banyak dikemukakan di media perihal nasi aking, tiwul dan sebagainya. proses subtitusi makanan ini berakibat terjadinya berbagai kasus gizi buruk, sebagaimana data pada 2007 (januari-september) terdapat kasus gizi buruk sebesar 140 kasus di sulawesi tengah yang tersebar hampir merata di semua kabupaten/kota, di kabupaten Poso sendiri terdapat 21 kasus gizi buruk dimana seorang diantaranya kemudian meninggal dunia*, data ini berdasarkan pada temuan dan hasil laporan dari masyarakat, tidak tertutup kemungkinan bahwa jumlah ini hanyalah puncak dari gunung es. Sebagaimana tergambar dalam survey gizi buruk Depkes RI tahun 2005, wilayah sulawesi tengah berpotensi terdapat 27.721 balita yang terkena kasus gizi buruk. kondisi ini memberikan gambaran bahwa kemiskinan begitu dekat membayangi kita, dari data yang diperoleh dari BPS memperlihatkan jumlah warga miskin di Kabupaten Poso pada tahun 2007 berjumlah 81.666 jiwa, agak berbeda dengan data yang dikeluarkan oleh Dinkes yang menunjukkan data warga miskin sebenarnya lebih baesar lagi yaitu sebesar 107.884 jiwa dengan sebaran penduduk miskin terbesar terdapat dikecamatan Lage sebesar 5.943 jiwa disusul oleh kecamatan Poso Pesisir sebesar 4.046 jiwa dari total jumlah warga miskin terkategori menjadi tiga yaitu, Sangat miskin sbesar 18.967 jiwa, Miskin sebesar 22.056 jiwa serta Hampir miskin sebesar 9,358 jiwa. Artinya ada sekitar 50.381 jiwa warga miskin di kabupaten Poso. Pada tingkat provinsi dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 sebesar 2.349.398 jiwa dengan jumlah warga miskin sebesar 557.400 jiwa,pemerintah bisa dibilang gagal mengurangi 2% dari jumlah tersebut pada tahun 2007 sesuai dengan target yang telah diperhitungkan lewat program pengentasan kemiskinan yang diakibatkan oleh program bantuan yang salah sasaran karena lemahnya pendataan warga miskin, pada tahun 2008 ini dengan dukungan dana sebesar 22 Milyar yang bersumber dari APBD Propinsi, pemerintah daerah “hanya” menargetkan penurunan jumlah penduduk miskin sebesar 300 KK pada setiap Kabupaten/kota, artinya dari 50.381 jiwa penduduk miskin yang terdapat di kabupaten Poso, yang menjadi sasaran target pengentasan kemiskinan hanya berjumlah 300 KK saja yang kalau setiap KK terdiri dari 4 orang maka hanya 1200 jiwa yang kemungkinan menerima manfaat dari program tersebut, dengan catatan tidak terjadi salah sasaran lagi, ini dengan asumsi tidak terjadi kebocoran anggaran yang dikelola oleh instansi teknis sebagaimana dugaan pada penyelewengan dana pemulihan daerah pasca konflik sebesar 58 milyar yang patut di duga terjadi di Kabupaten Poso yang melibatkan pimpinan Politik daerah ini. Perlu juga dicermati dari anggaran sebesar itu yang berapa besar yang sampai dan efektif dirasakan oleh masyarakat, karena sebagaimana lazimnya program pemerintah biasanya biaya birokrasi menelan lebih banyak dana untuk biaya operasional seperti pengalaman penggunaan anggaran penanggulangan kemiskinan pada APBD tahun 2006 sebesar Rp. 5.759.524.350,00 hanya 6,18% yang dinikmati oleh masyarakat sasaran program, selebihnya sebesar 93.82% digunakan untuk pembiayaan birokrasi berupa rapat-rapat yang membicarakan orang miskin serta pembiayaan sekretariat. Ini memberikan gambaran tentang perspektif pemerintah yang sangat tidak pro pada rakyat miskin.
Sementara dibidang pendidikan dapat dipastikan pula akan ada peningkatan jumlah anak yang tidak dapat melanjutkan sekolah dan akan menambah jumlah mahasiswa yang drop out, alasan penyebab yang paling sering kita dapati adalah kenaikan biaya transportasi, kenaikan harga buku bahkan kenaikan harga baju seragam dan sepatu sekolah, meskipun pemerintah mengeluarkan kebijakan berupa Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak otomatis mengurangi beban orang tua siswa karena mekanisme penyaluran yang berjalan disetiap sekolah berbeda, ini bisa kita lihat contoh kasusnya pada tahun 2005 di wilayah Kabupaten Poso pada kecamatan Pamona Utara dimana justru terjadi kenaikan biaya komite sekolah pada sebuah sekolah dasar negeri, Bantuan Khusus Mahasiswa (BKM) sebesar Rp. 500.000 setiap semester juga tidak signifikan dalam mengurangi beban mahasiswa untuk menyelesaikan studinya meskipun ada beasiswa yang diperuntukkan bagi mahasiswa korban konflik yang berasal dari dana recovery yang dikucurkan oleh pemerintah pusat melalui Kementrian Kesejahteraan Rakyat, karna komponen biaya semester bukanlah satu-satunya biaya besar yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa. Masih ada biaya buku, transportasi, fotocopy yang hampir saban hari harus dikeluarkan. Kondisi ini akan melahirkan sejumlah besar pengangguran karena lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan angkatan kerja, situasi ini membuka peluang bagi peningkatan angka kriminalitas dan mudah dimasuki oleh paham radikalisme yang selama ini masih membayangi kabupaten Poso.
Perempuan adalah kaum yang paling merasakan dampak dari kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM, selain harus mengatur belanja rumah tangga ditengah melambungnya harga bahan kebutuhan pokok, meningkatnya biaya pendidikan dan semakin mahalnya biaya kesehatan mereka juga menjadi rentan terhadap kemungkinan menghadapi kekerasan fisik dan psikis dari suami yang stress sebagai dampak dari meningkatnya kesulitan hidup, bagi perempuan pengungsi yang ada di Pemukiman Palapa Kecamatan Pamona Utara misalnya yang mengandalkan hidup dari kerja sebagai buruh tani dengan pendapatan antara Rp. 15.000 sampai Rp. 20.000, kenaikan harga BBM di iringi dengan kenaikan biaya transportasi dari lokasi pemukimannya menuju ke pasar sebesar Rp. 8.000 pergi-pulang jumlah sebesar itu mengambil hampir setengah dari penghasilan mereka hanya untuk biaya transportasi, lalu berapa uang yang tersisa untuk biaya kebutuhan dapur, biaya sekolah anak, tabungan kesehatan?. opsi kenaikan harga BBM ini menambah panjang persoalan yang harus dihadapi oleh warga bahkan untukmendapatkan minyak tanah pada pangkalan-pangkalan yang mematok harga berbeda dengan keputusan pemerintah daerah Propinsi yang menetapkan HET sebesar Rp. 2.900 dengan Radius 0 – 40 km, realita dilapangan menunjukkan bahwa keputusan pemerintah ini tidak cukup untuk menertibkan harga yang harus dibayarkan oleh masyarakat untuk 1 liter minyak tanah yang bisa mencapai harga Rp. 6.000/liter (contoh kasus di Palu)** Perempuan di Poso tidak mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah misalnya dalam pengalokasian dana untuk mendukung kesejahteraan bagi perempuan Poso, dari 58 milyar dana pemulihan pasca bencana hanya sebesar 260 juta atau 4% dari total dana yang dialokasikan untuk program pemberdayaan bagi perempuan yang menjadi korban konflik. Sebenarnya gambaran ini bisa dilihat dari struktur birokrasi yang menempatkan urusan perempuan melekat pada satu dinas dengan status hanya setimgkat Subdin dan dikepalai oleh pejabat dari eselon III, sehingga peran dan keputusan yang dihasilkan tidak maksimal untuk menyebut peran yang sangat kurang di tengah masyarakat, besaran anggaran untuk perempuan Poso yang dikelola oleh badan ini hanya 2% atau. 593 juta, dari APBD 2008. kemudian ditambah Rp. 260.000.000, yang berasal dari dana Recovery Poso, kalau melihat pada kisaran rupiah jumlah ini terlihat besar namun kalau kita lihat pada pelaksanaan program anggaran yang berasal dari dana recovery itu hanya menyentuh sebagian kecil perempuan dalam bentuk modal usaha kecil di 9 kecamatan*** serta kegiatan pelatihan-pelatihan keterampilan bagi perempuan di wilayah itu, kecilnya sense pemerintah pada nasib perempuan di Poso ditambah lemahnya peran instansi ini menimbulkan pertanyaan tajam dari masyarakat akan peran pemerintah untuk meningkatkan taraf kesejateraan perempuan yang berarti kesejahteraan penduduk Poso.
* sumber Harian Radar Sulteng
** harian Media Alkhairat 4 Juni 2008
*** Rusnah Mangun dalam workshop mendorong Penyusunan Anggaran
Responsif Gender di Kabupaten Poso oleh : KPPA – PTD.












Program Pengentasan Kemiskinan


Faktor penyebab Kemiskinan
Dampak kemiskinan
Data kemiskinan
Warga miskin poso akhir 2007 :
Data BPS 81.666
Data Dinkes 107.884
Dengan sebaran terbesar
Poso Pesisir 4.046 jiwa/959 kk
Lage 5.943 jiwa/919 kk
Bantuan Khusus Mahasiswa (BKM) Sebesar Rp. 500.000/semester yang berasal dari APBN sebesar 200 milyar untuk 400.000 mahasiswa di 83 Universitas negeri dan 2700 dari universitas swasta.
Klasifikasi miskin :
Sangat miskin 18.967
Miskin 22.056
Hampir miskin 9,358
Harga BBM yang diputuskan lewat voting di DPRD Provinsi sulawesi Tengah menjadi Rp. 2900, dengan radius 0 – 40 km, lewat dari jarak ini disesuaikan dengan kondisi wilayah dan biaya transportasi.sebelumnya pemerintah provinsi mengusulkan HET sebesar Rp. 3000/liter, Sementara harga yang ditetapkan oleh Depot Pertaminadan DPD Hiswana Migas sulteng sebesar Rp.3050 dengan radius jarak 0 – 40 km
Sementara minyak tanah bersubsidi dijual para pedagang dengan harga Rp.5.000 s/d Rp. 6.000 perliter.
Harga BBM :
Bensin Rp. 4500 – 6000
Minyak tanah - 2900
TDL 2007 naik 20 %

PERDA No.6 Tahun 2008


PERATURAN DAERAH KABUPATEN POSO
NOMOR : 06 TAHUN 2008



TENTANG

PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI POSO,


Menimbang :
a. bahwa tindakan kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan anak dapat menimbulkan korban yang berdampak pada traumatic yang berkepanjangan;

b. bahwa demi melindungi kepentingan perempuan dan anak, maka dipandang perlu ada kepastian hokum yang menjamin perlindungan terhadap perempuan dan anak;

c. bahwa berdasarkan kepentingan sebagaimana dimaksutd pada huruf a dan b, maka pelu dibentuk Peraturan Daerah tenteng Penyelenggaraan Perlindungan, Pelayanan dan Pemulihan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat 11 di Sulawesi ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822 );


2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143 );

3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapuisan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 29, Tambhan Negara Republik Indonesia Nomor 3277 );

4. Undang-undang Nomor 23 Thun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3495);

5. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convetion No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Pengesahan Konvensi ILO No. 138 Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan bekerja ) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3835);

6. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 3886);

7. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 Concerning The Prohibition and Immediate Action for Elimination of The Worst Forms of Child Labour ( Pengesahan Konvensi ILO No. 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Bagi Anak) ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941);

8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tenteng Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235);

9. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

10. Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 95, Tambahan Negara Republik Indonesia Nomor 4419);

11. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493), yang ditetapkan menjadi Undang-undang dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

12. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

13. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban 9Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4604);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/kota (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2007 nomor 82,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

16. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2000 tentang Kewenangan Kabupaten Poso (Lembaran Daerah Kabupaten Poso Nomor 9 Seri D Nomor 1);

17. Peraturan Daerah Kabupaten Poso Nomor 25 Tahun 2003 tentang Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Poso (Lembaran Daerah Kabupaten Poso Tahun 2003 Seri D Nomor 25).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN POSO
Dan
BUPATI POSO

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBA KEKERASAN.

BAB 1
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksut dengan :

1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Poso.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten Poso.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai Unsur Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Poso.
4. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang ada dalam kandungan.
5. Korban adalah Perempuan dan anak yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam situasi konflik,paska konflik, lingkup rumah tangga dan atau public.
6. Penyelenggaraan adalah segala tindakan yang meliputi perlindungan, pelayanan dan pemulihan terhadap korban kekerasan.
7. Perlindungan adalah segala upaya yang ditunjukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pemerintah, pihak keluarga, Advokat,Lembaga Sosial, Kepolisian, kejaksaan, Pengadilan atau pihak lain nya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
8. Perlindungan khusus adalah Perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hokum, anak dalam kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan /atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alcohol,psikotropika, dan zat adiktif lain nya (napza), anak korban penculikanpenjualan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan atau mental, anak korban konflik yang mengalami kekerasan fisik maupun trauma, anak penyandang cacat,dan anak korban perlakuan salah dan penelantaraan.
9. Pemulihan adalah segala upaya untuk penguatan korban kekerasan agar lebih berdaya baik secara fisik, psikis, maupun ekonomi.
10. Penyelenggara adalah Instansi Pemerintah serta Lembaga Sosial sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing , termasuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk pemulihan korban.
11. Kekerasan adalah setiap perbuatan dan/atau ancaman perbuatan yang berkaitan atau dapat mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan baik fisik,psikis,seksual,maupun penelantaran.
12. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, cedera, luka atau cacat tubuh pada seseorang, gugurnya kandungan, pingsan dan atau menyebapkan kematian.
13. Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
14. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pelecehan seksual, pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan tidak wajar atau tidak disukai, pemaksaan hubungan sekasual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan atau tujuan tertentu.
15. Penelantaran Rumah Tangga adalah perbuatan menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangga padahal menurut hokum yang berlaku bagi yang bersangkutan atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan,atau pemeliharaan terhadap orang tersebut. Penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak didalam atau diluar rumah sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut.
16. Pelayanan adalah melaksanakan tindakan yang dilakukan segera kepada korban ketika melihat, mendengar dan mengetahui telah terjadinya kekerasan terhadap korban.
17. Pendampingan adalah segala tindakan berupa konseling, terapi psikologis, advokasi, bimbingan rohani guna penguatan diri korban kekerasan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi.
18. Pusat pelayanan terpadu yang selanjutnya disingkat PPT adalah lembaga penyedia layanan terhadap korban kekerasan, yang berbasis Rumah Sakit, dikelolah secara bersama-sama dalam bentuk pelayanan medis termasuk medical – legal, psiko – social, pelayanan hokum, dan lembaga adapt.
19. Pusat Pelayanan Terapadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak yang selanjutnya disingkat P2TP2A adalah Lembaga Pemulihan Korban kekerasan dari aspek kesehatan, pendidikan dan kemandirian ekonomi.
20. Rumah Aman adalah tempat tinggal sementara yang digunakan untuk memberikan perlindungan terhadap korban sesuai dengan standar operasional yang ditentukan.



BAB II
AZAS DAN TUJUAN


Pasal 2


Azas pengaturan perlindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan ini adalah:

a. Penghormatan terhadap hak-hak korban;
b. Kesetaraan dan keadilan gender;
c. Non diskriminasi;
d. Kepentingan yang terbaik bagi korban ; dan
e. Penghormatan terhadap hak-hak perempuan dan anak.


Pasal 3

Penyelenggaraan perlindungan terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan bertujuan :

a. Mencegah segala bentuk kekerasan;
b. Melindungi korban kekerasan;
c. Memberikan pelayanan pemulihan kepada korban kekerasan; dan
d. Menyelenggarakan pemulihan secara menyeluruh kepada korban.



BAB III
PERLINDUNGAN, PELAYANAN DAN PEMULIHAN

Bagian Pertama
PERLINDUNGAN

Pasal 4

(1). Dalam rangka memberi penguatan terhadap korban kekerasan perlu diberikan perlindungan dan perlindungan khusus;

(2). Perlindungan diberikan kepada korban dalam bentuk pendampingan;

(3). Dalam rangka pendampingan dibentuk sebuah wadah yang disebut Pusay Pelayanan Terpadu (PPT) dan/ atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak ( P2TP2A );

(4). Dalam rangka memberikan rasa aman, korban dapat ditempatkan di rumah aman dan tempat rehabilitasi bagi anak korban kekerasan yang berada dibawah naungan Pusat Pelayanan Terpadu dan / atau P2TP2A.

Bagian Kedua
PELAYANAN

Pasal 5

(1). Pelayanan dilakukan untuk pemulihan bagi korban .

(2). Pelayanan bagi korban diselenggarakan oleh Instansi Pemerintah Daerah serta Lembaga Sosial sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing, termasuk menyediakan fasilitasi yang diperlukan untuk pemulihan korban.

(3). Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak disingkat P2TP2A;
b. Tenaga Ahli dan Profesional;
c. Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) dan/atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A);
d. Rumah Aman; dan
e. Sasaran dan prasarana lain yang diperlukan untuk pemulihan korban.

(4). PPT dan / atau adalah sebuah wadah pendapingan yang dikelolah secara terpadu yang terdiri dari tenaga kesehatan , tenaga pendidikan, lembaga sosial, aparat penegak hokum, psikolog, psikiater, relawan pendamping dan / atau pembimbing rohani dan melibatkan peran serta masyarakat;

(5). PPT dan / atau P2TP2A mencari dan menerima laporan, pengaduan dan / atau rujukan dari masyarakat;

(6). Pengaturan tentang PPT dan / atau P2TP2A akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.


Pasal 6

(1). Bentuk-bentuk pelayanan terhadap korban kekerasan yang dilaksanakan oleh PPT dan / atau P2TP2A meliputi :

a. Pelayanan medis dilakukan oleh Tenaga Medis dan Paramedis, berupa perawatan dan pemulihan luka-luka fisik dan atau akibat fisik lain nya;

b. Pelayanan Medical – Legal merupakan layanan medis untuk kepentingan pembuktian secara hokum;

c. Pelayanan psiko – social merupakan pelayanan yang diberikan oleh pendamping dalam rangka memulihkan kondisi traumatis korban termasuk pemulihan dengan pendekatan spiritual;

d. Pelayanan hokum disetiap tingkatan pemeriksaan ; dan

e. Pelayanan resosialisasi agar korban dapat kembali melaksanakan fungsi social nya dalam masyarakat.

(2). Mekanisme pelayanan sebagaimana dimaksut pada ayat (1) diselenggarakan menurut prosedur standar operasional , yang akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

(3). Dalam hal tertentu PPT dan / atau P2TP2A dapat bekerjasama dengan:
a. Kepolisian, untuk melaporkan dan memproses pelaku tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dan anak;
b. Advokat, untuk membantu korban dalam proses peradilan ;
c. Penegak hokum lainnya, untuk membantu korban pada setiap tingkatan pemeriksaan;
d. Komisi anti kekerasan terhadap perempuan ;
e. Komisi perlindungan Anak Indonesia (KPAI); dan
f. Pihak tertentu yang diinginkan demi kepentingan korban.


Pasal 7

(1). Penyelenggaraan pelayanan terhadap korban dilakukan dengan Cuma-Cuma, cepat aman, empati, dan non diskriminasi , mudah dijangkau, dan adanya jaminan kerahasiaan;
(2). Pengelola PPt dan / atau P2TP2A berkewajiban menyelenggarakan pelayanan sesuai dengan prinsip-prinsip layanan sebagaimana dimaksut dalam ayat (1).


Bagian Ketiga
PEMULIHAN

Pasal 8

Pemulihan yang dimaksutkan meliputi :

a. Pemulihan kesehatan;
b. Pendidikan bagi anak korban kekerasan dapat berupa pendidikan formal, informal, dan non formal ; dan
c. Kemandirian ekonomi berupa pelatihan keterampilan, memberikan akses dan penguatan ekonomi agar korban dapat mandiri.


BAB IV
KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB


Pasal 9


(1). Pemerintah Daerah berkewajiban menyelenggarakan perlindungan, pelayanan dan pemulihan terhadap korban kekerasan, meliputi:

a. Menyediakan sarana dan prasarana layanan terpadu ;
b. Melibatkan Lembaga Swadaya Masyarakat, Organisasi Perempuan, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan dan layanan terhadap korban;
c. Menyediakan anggaran sesuai program dan kebutuhan;
d. Menjamin terlaksananya kemudahan pelayanan kepada korban;
e. Mengupayakan efektifitas dan efisiensi bagi proses pemulihan korban; dan
f. Mengupayakan terciptanya kerjasama dan koordinasi dalam upaya pemulihan korban.

(2). Pemerintah Daerah berkoordinasi antar instansi dan lembaga social lainnya yang bertanggung jawab penuh dalam melaksanakan kewajiban nya sebagaimana dimaksut pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


BAB V
HAK – HAK KORBAN

Pasal 10


Setiap korban berhak mendapatkan jaminan atas hak – hak nya sebagai Warga Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang meliputi :

(1). Perlindungan dan perlindungan khusus dalam bentuk pendampingan dan rasa aman.
(2). Pelayanan dalam bentuk pelayanan medis, psiko – social, medical – legal, pelayanan hokum dan pelayanan resosialisasi.
(3). Pemulihan dalam bentuk pendidikan, kesehatan dan pemulihan ekonomi.


BABVI
PEMBIAYAAN

Pasal 11


Segala biaya untuk penyelenggaraan perlindungan, pelayanan dan pemulihan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah terhadap korban kekerasan dibebankan kepada :

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ;
b. Sumber pendapatan lain yang sah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan ; dan
c. Sumber pendapatan lain yang tidak mengikat.


BAB VII
PENGAWASAN

Pasal 12


Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.


BAB VIII
KETENTUAN SANKSI

Pasal 13


(1). Pejabat yang ditunjuk untuk menyelenggarakan perlindungan, pelayanan dan pemulihan terpadu tidak melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dikenakan tindakan dan atau sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku;

(2). Pengelola PPT dan / atau P2TP2A dalam melaksanakan tugas perlindungan, pelayanan dan pemulihan yang melanggar prinsip-prinsip perlindungan, pelayanan dan pemulihan dapat dikenakan sanksi sesuai dengan mekanisme internal PPT dan / atau P2TP2A dan sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Poso.


Disahkan di Poso
Pada tanggal

BUPATI POSO
PIET INKIRIWANG

Pemilu 2009

wajah kota Poso semarak dengan berbagai baliho berukuran besar dan sedang, yang kecil juga ada.
semua memasang wajah cerah, optimis ditambah semboyan membangun Poso, Sulawesi tengah, dan Indonesia. ada yang bilang mari menuju perubahan, padahal ia sementara menjabat atau Incumbent, aneh juga.

Rabu, 14 Januari 2009

Indikator Kesra di Poso Tahun 2008

PERKEMBANGAN INDIKATOR KESRA

  1. Indeks Pembangunan Manusia

IPM ini ditujukan pada peningkatan partisipasi rakyat dalam proses dan kegiatan pembangunan. Dalam kaitan itu pemerintah membutuhkan peningkatan kualitas penduduk sebagai sumber daya, baik aspek fisik (kesehatan), aspek intelektual (pendidikan) dan aspek kesejahteraan ekonomi (daya beli) serta aspek moralitas (iman dan takwa)

Pengukuran ini menggunakan ukuran tunggal dan sederhana yang diberi nama IPM, indeks ini memuat 3 aspek yaitu kesehatan, pendidikan dan pendapatan yang memungkinkan hidup layak.

IPM Kabupaten Poso tahun 2005 – 2007, sbb :

Indeks 2005 2006 2007

Indeks harapan hidup 6,83 5,17 5,60

Indeks pendidikan 81,53 83,73 83,73

Indeks daya beli 54,44 55,23 55,46

IPM 66,80 68,25 68,47

Bantuan Pemerintah untuk Kecamatan Tahun 2007

Bantuan dana Pembangunan desa/Kelurahan menurut kecamatan dan jenis kegiatan

Kecamatan B.O Pemb.Desa/Kel B.O.BPD B.O.LKMD/LPM

Pamona Selatan 16,500 35,300 9.900

Pamona Barat 7,500 17,600 4.500

Pamona Selatan 13,500 23.200 8,100

Pamona Utara 30,000 37,200 18.000

Pamona Timur 18,000 30,400 10.800

Lore Selatan 12,000 19,200 7,200

Lore Barat 9,000 14,400 5,400

Lore Utara 9,000 18,400 5,400

Lore Tengah 12,000 19,500 7,200

Lore Peore 4,500 8,000 2,700

Poso Pesisir 16,500 26,100 9,900

PosPes Selatan 12,000 22,400 7,200

PosPes Utara 10,500 24,000 6,300

Poso Kota 6,000 0 3,600

Poso Kota Selatan 7,500 0 4,500

Poso Kota Utara 9,000 0 5,400

Lage 21,000 38,400 12,600

Poso 222,000 346,100 133,200

Alokasi Dana Untuk Perempuan di Poso


ALOKASI APBD POSO UNTUK SUBDIN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN :

2004 Rp.115,000.000

2005 Rp.300,000,000

2006 Rp.300,000,000

2007 Rp.600,000,000

2008 Rp.593,000,000

ALOKASI DANA RECOVERY POSO TAHUN 2007

Rp.260,000,000

Dialokasikan untuk kegiatan :

  1. Pelatihan keterampilan
  2. Modal usaha

Penerima manfaat adalah janda dan remaja putrid yang menjadi korban konflik poso di 9 kecamatan.

Kemiskinan di Poso

Angka Kemiskinan

Jumlah persentase masyarakat miskin serta disparitas antar wilayah dari waktu kewaktu merupakan informasi yang menjadi pusat perhatian untuk melihat seberapa jauh pembangunan dan program pengentasan kemiskinan menjawab persoalan dasar kesejahteraan penduduk yang merupakan tujuan pembangunan. Kehidupan penduduk miskin tersembunyi ketika informasi tentang perkembangan kualitas hidup mereka tidak diamati dari waktu ke waktu.

Penting pula untuk melihat apakah upaya penurunan jumlah angka kemiskinan diikuti dengan membaiknya kehidupan penduduk miskin.

Angka kemiskinan Kabupaten Poso 2005 dan 2008 :

Uraian 2005 2008

Jumlah RT/KK 48.040 48.452

Jumlah RTM 20.749 (43,19) 14.639 (30,21)

JUMLAH Penduduk miskin 81.660 (42,13) 54.513 (29,22)